Cita-cita menulis…

Aku bertanya apakah mimpi seseorang akan berhenti saat dia sudah tidak makan disuap…
Saat dia sudah berhenti ngompol dan memakai jas rapih…

Bila tidak jawabannya,
Biarlah hari ini aku bermimpi untuk menjadi seperti pujangga..

Aku ingin seperti chairil, gibran atau mungkin shakespeare
Yang memiliki jiwa tertinggi dari segala siluman
Menari dengan ritme-ritme kalimatnya
Sambil bermusik dengan nada-nada frasa

Berseluncur tanpa batas ke segala arah
dalam ruang hampa udara, tanpa gravitasi
Terbang meliuk melewati semua ide yang tak terbatas
dimana waktu hanya bisa duduk terdiam tanpa bisa menghalaunya

Aku ingin merajut bajuku dari secarik kertas
menyulam simpulnya dengan paragraf dan alinea
memberi motif-motif personifikasi
dan memakai riang seperti baju tahun baru

Aku ingin menyalakan lampu-lampu harapan yang padam
membangunkan mata-mata terpejam
mendirikan jembatan penghubung antara konsep dan realita
juga memberi minum pada pengemis-pengemis pengetahuan

Tak penting bagiku melukis tinta dan memajangnya dalam sangkar-sangkar emas
di museum-museum mahal..
coretan crayon dari sisa-sisa buku gambar yang kusimpan di bawah ranjangku
dimana hanya laba-laba dan kutu busuk yang mengunyahnya…
itu saja sudah cukup..

Karena menulis adalah hartaku…

Bola dan Lapangan…

Dia yang berdiri di pinggir lapangan
selalu dapat melihat lebih jelas

Matanya yang jernih memampukannya untuk
melihat rapihnya barisan.
formasi serangan lawan,
kelemahan bek belakang,
hingga arah angin musim yang mengendalikan pantulan bola

Sebaliknya orang yang ikut bermain hanya bisa melihat dua hal
kakinya dan kaki lawannya…

Beberapa kali dia melewatkan seruan kaki temannya
yang berbunyi : “Tendang kesini lalu oper kesana”
Yaa…tentu saja dia juga tidak bisa melihat kerikil yang tersembunyi 3 inci
di sebelah pijakkannya…

==================

Tapi orang yang ikut bermain mempunyai kesempatan
untuk menyentuh bola
untuk bersalaman dengannya
untuk merasakan sensasinya

Tapi orang yang ikut bermain diberi peluang
untuk menggiring, untuk berjuang dan untuk menang

Sebaliknya orang di pinggir lapangan
hanya mengeluh, hanya berteriak dan hanya bersorak

Sebaliknya orang di pinggir lapangan
tak dikenal dan disayang oleh bola

===================

Terkadang hidup berhenti sejenak seperti sesaat setelah putaran babak pertama..
Memberi waktu untuk minum atau merebahkan diri,
untuk berdebat, dan berdiskusi
Tapi yang terpenting untuk kembali merencanakan strategi babak baru…

Dengan begitu yang berdiri di pinggir lapangan menjadi bijak…
Dan yang ikut bermain menjadi kuat..

Sehingga mungkin di babak selanjutnya
Yang berdiri di luar lapangan bolehlah ikut bermain…
Yang ikut bermain mungkin sesekali mencoba berdiri di pinggir lapangan…

===================

Seperti itulah hidup…
Terkadang kita harus ikut bermain..
Terkadang kita harus berada di pinggir lapangan..